Speech Delay – Setiap orang tua tentu menantikan momen ketika buah hatinya mulai mengucapkan kata-kata pertamanya. Namun, ketika seorang anak tampak lebih pendiam dari teman sebayanya, kekhawatiran akan adanya speech delay atau keterlambatan bicara seringkali muncul. Speech delay adalah kondisi yang tidak bisa dianggap sepele, karena kemampuan berkomunikasi merupakan fondasi penting bagi interaksi sosial dan proses belajar anak.
Apa Itu Speech Delay?
Speech delay didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana kemampuan bicara dan bahasa seorang anak tidak berkembang sesuai dengan tahapan yang diharapkan untuk usianya. Penting untuk membedakan antara “bicara” (speech) dan “bahasa” (language).
- Bicara (Speech) adalah cara verbal dalam berbahasa, termasuk artikulasi atau kejelasan dalam pengucapan kata.
- Bahasa (Language) adalah sistem yang lebih luas untuk menyampaikan dan menerima informasi, termasuk kemampuan untuk memahami (bahasa reseptif) dan mengekspresikan diri (bahasa ekspresif).
Seorang anak dengan speech delay mungkin bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas, tetapi hanya mampu menggabungkan dua kata. Sebaliknya, anak dengan language delay mungkin mengucapkan banyak kata, tetapi sulit menyusunnya menjadi kalimat yang dapat dimengerti atau memahami instruksi yang diberikan.
Kondisi keterlambatan bicara ini, jika tidak ditangani, dapat berdampak pada aspek lain seperti kesulitan belajar, masalah dalam pergaulan sosial, dan bahkan menurunnya rasa percaya diri anak.
Penyebab Speech Delay yang Perlu Diwaspadai
Penyebab speech delay sangatlah beragam dan kompleks. Berikut adalah beberapa faktor penyebab utama yang sering ditemukan:
1. Gangguan Pendengaran
Ini adalah salah satu penyebab paling umum. Bagaimana anak dapat belajar berbicara jika ia tidak dapat mendengar dengan jelas? Gangguan pendengaran pada anak bisa disebabkan oleh infeksi telinga berulang (otitis media), penumpukan kotoran telinga, atau kondisi bawaan sejak lahir. Anak yang tidak merespon saat dipanggil atau sering menyalakan TV terlalu keras patut dicurigai mengalami masalah pendengaran.
2. Masalah pada Mulut dan Sekitarnya
Kelainan struktur organ bicara dapat menghambat produksi suara. Kondisi seperti bibir sumbing, langit-langit mulut yang tidak sempurna, atau frenulum lidah (tali lidah) yang terlalu pendek (ankyloglossia) dapat membatasi pergerakan lidah yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi tertentu.
3. Gangguan pada Otak dan Saraf (Neurologis)
Beberapa kondisi neurologis dapat mempengaruhi area otak yang mengkoordinasikan otot-otot untuk berbicara. Contohnya adalah:
- Apraxia of Speech: Gangguan dimana otak kesulitan mengatur pergerakan bibir, rahang, dan lidah untuk menghasilkan bunyi dan kata-kata.
- Dysarthria: Kelemahan pada otot-otot bicara akibat kerusakan saraf.
- Cerebral Palsy: Kondisi yang mempengaruhi tonus otot, gerakan, dan keterampilan motorik.
4. Gangguan Perkembangan Lainnya
Speech delay seringkali menjadi salah satu tanda awal dari gangguan perkembangan seperti:
- Autism Spectrum Disorder (ASD): Anak dengan autisme seringkali mengalami hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial, termasuk keterlambatan bicara.
- Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Kesulitan memusatkan perhatian dapat membuat anak kurang tertarik untuk mendengarkan dan meniru percakapan.
- Disabilitas Intelektual: Keterlambatan perkembangan secara menyeluruh seringkali mencakup keterlambatan dalam bidang bicara dan bahasa.
5. Kurangnya Stimulasi (Lingkungan)
Lingkungan memegang peran krusial. Anak yang jarang diajak berbicara, dibacakan cerita, atau diajak berinteraksi oleh orang tua dan pengasuhnya berisiko lebih tinggi mengalami keterlambatan bicara. Komunikasi dua arah adalah kunci utama dalam perkembangan bahasa anak.
6. Penggunaan Gawai (Screen Time) yang Berlebihan
Studi telah membuktikan korelasi antara penggunaan gawai yang berlebihan dengan speech delay. Saat menatap layar, komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Anak adalah penerima pasif tanpa ada tuntutan untuk merespon. Otak anak di bawah dua tahun juga belum mampu mencerna bahasa dan gambar yang bergerak cepat dari layar, sehingga menghambat perkembangan bicara mereka.
Tanda-Tanda Speech Delay Berdasarkan Usia
Setiap anak berkembang dengan kecepatannya sendiri, namun ada patokan umum yang dapat dijadikan panduan. Berikut adalah tanda-tanda speech delay yang perlu diwaspadai berdasarkan kelompok usia:
a. Sebelum 12 Bulan:
- Tidak mengoceh (mengeluarkan suara seperti “ba-ba”, “da-da”).
- Tidak menggunakan gerakan, seperti menunjuk atau melambai.
- Tidak bereaksi atau menengok ketika dipanggil namanya.
b. Usia 12 – 18 Bulan:
- Belum dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama”, “papa”.
- Kesulitan meniru suara dan memahami permintaan verbal sederhana (contoh: “ambil bola”).
- Lebih memilih menggunakan gerak tubuh daripada vokalisasi untuk berkomunikasi.
c. Usia 18 – 24 Bulan (2 Tahun):
- Perbendaharaan kata kurang dari 50 kata.
- Tidak dapat menggabungkan dua kata menjadi kalimat sederhana (contoh: “mau susu”, “papa pulang”).
- Hanya bisa meniru ucapan atau tindakan, tidak menghasilkan kata secara spontan.
- Tidak dapat mengikuti instruksi sederhana.
- Sulit dimengerti oleh orang yang mengasuhnya (kurang dari 50% ucapannya dapat dipahami).
d. Usia 2 – 3 Tahun:
- Tidak dapat menyusun 3-4 kata menjadi kalimat utuh.
- Sangat sulit dimengerti oleh orang yang tidak sering berinteraksi dengannya.
- Tidak dapat memahami perbedaan kata (contoh: “besar” vs “kecil”, “atas” vs “bawah”).
- Tidak bertanya pertanyaan sederhana.
Di Atas 3 Tahun:
- Terus-menerus mengulang kata atau frasa tertentu (echolalia) tanpa maksud komunikatif.
- Tidak menggunakan kata ganti yang tepat (contoh: “aku”, “kamu”).
- Memiliki nada suara yang tidak biasa, seperti sengau atau serak.
Jika anak Anda menunjukkan beberapa tanda speech delay di atas, jangan panik. Langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan tenaga profesional.
Cara Mengatasi dan Menstimulasi Anak dengan Speech Delay
Penanganan speech delay membutuhkan kerjasama antara dokter, terapis, dan orang tua. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil:
1. Konsultasi dengan Profesional
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan penyebabnya. Konsultasikan dengan:
- Dokter Anak: Untuk evaluasi umum dan merujuk ke spesialis lain.
- Audiolog: Untuk melakukan tes pendengaran menyeluruh.
- Terapis Wicara: Profesional kunci yang akan mendiagnosis masalah bicara-bahasa dan memberikan terapi wicara yang sesuai.
- Psikolog atau Psikiater Anak: Jika dicurigai adanya gangguan perkembangan seperti autisme atau ADHD.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara adalah penanganan utama untuk speech delay. Terapis akan bekerja dengan anak untuk melatih keterampilan yang tertinggal, seperti:
- Melatih otot-otot mulut untuk artikulasi yang lebih jelas.
- Meningkatkan kosa kata.
- Mengajarkan cara menyusun kalimat.
- Melatih kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif.
3. Stimulasi di Rumah oleh Orang Tua
Peran orang tua sangat vital dalam mendukung perkembangan bicara anak. Berikut adalah cara mengatasi speech delay melalui stimulasi sehari-hari:
- Ceritakan segala aktivitas yang Anda lakukan, meskipun anak belum sepenuhnya paham. Gunakan kata-kata sederhana dan kalimat pendek. “Ibu sedang memotong wortel.” “Lihat, ada mobil merah.”
- Membacakan Buku Cerita merupakan aktivitas sangat powerful. Pilih buku bergambar dengan teks sederhana. Ajak anak menunjuk dan menamai gambar. “Ini apa? Ini sapi.”
- Tanggapi setiap ocehan atau ucapan anak dengan antusias. Perbaiki dengan lembut jika ada kesalahan. Jika anak bilang, “Itu moong,” Anda bisa balas, “Iya, betul, itu mobil.”
- Saat anak menunjuk sesuatu, sebutkan nama benda tersebut. “Kamu mau apel? Ini apel yang merah dan segar.”
- Daripada langsung memberi, tanyakan pilihan padanya. “Kamu mau jus jeruk atau jus apel?” Ini mendorong anak untuk menggunakan kata.
- Ikuti rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP): tidak ada screen time untuk anak di bawah 18 bulan (kecuali video call), maksimal 1 jam per hari dengan kualitas tinggi untuk anak 2-5 tahun, dan selalu dampingi.
- Gunakan bahasa yang benar dan jelas. Kamu bisa menggunakan intonasi yang menarik, tetapi dengan pengucapan kata yang tepat.
- Mainkan permainan yang melibatkan komunikasi, seperti cilukba, tepuk tangan, atau bermain peran.
Kapan Harus Khawatir dan Konsultasi ke Dokter?
Sebagai pedoman umum, segera konsultasikan anak Anda ke dokter anak jika:
- Pada usia 12 bulan, anak tidak menggunakan gerakan seperti menunjuk.
- Pada usia 18 bulan, anak lebih memilih gerak tubuh daripada vokaliasi untuk berkomunikasi.
- Pada usia 2 tahun, anak tidak dapat meniru ucapan atau tindakan dan hanya mengikuti perilaku yang dilihatnya sendiri.
- Anak tidak dapat mengikuti instruksi sederhana.
- Memiliki suara yang tidak biasa (serak atau sengau).
- Sebagai orang tua, Anda merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan insting Anda. Percayalah pada naluri Anda.
Ingat, deteksi dini dan intervensi awal adalah kunci keberhasilan dalam menangani speech delay. Semakin cepat anak mendapatkan pertolongan yang tepat, semakin besar peluangnya untuk mengejar ketertinggalan dan berkembang dengan optimal.
Baca juga:
- 7 Zodiak Paling Memikat Karena Pesona yang Sulit Ditolak
- 5 Zodiak Pria yang Dikejar Wanita, Siapakah Mereka?
- 7 Zodiak Paling Memikat Karena Pesona yang Sulit Ditolak
FAQ
1. Apakah speech delay sama dengan autisme?
Tidak selalu. Speech delay adalah salah satu gejala yang dapat muncul pada anak dengan autisme. Namun, tidak semua anak dengan speech delay pasti autis. Banyak faktor lain yang dapat menyebabkan keterlambatan bicara, seperti gangguan pendengaran atau kurang stimulasi. Diagnosis autisme membutuhkan evaluasi yang lebih komprehensif oleh profesional.
2. Anak saya laki-laki dan katanya anak laki-laki lebih telat bicara. Benarkah?
Ini adalah mitos yang berbahaya. Memang, beberapa studi menunjukkan rata-rata anak perempuan lebih cepat dalam hal perkembangan bahasa, tetapi patokan milestones (tahapan perkembangan) untuk anak laki-laki dan perempuan sebenarnya sama. Jangan menunda evaluasi hanya karena anak Anda laki-laki.
3. Apakah anak yang mengalami speech delay berarti kecerdasannya rendah?
Sama sekali tidak. Speech delay tidak berkorelasi langsung dengan tingkat kecerdasan (IQ). Banyak anak dengan keterlambatan bicara memiliki kecerdasan normal bahkan di atas rata-rata. Mereka mungkin memahami banyak hal tetapi kesulitan mengekspresikannya secara verbal. Albert Einstein, dikabarkan tidak berbicara sampai usia 4 tahun.
4. Bisakah speech delay sembuh dengan sendirinya tanpa terapi?
Pada sebagian kecil anak, keterlambatan bicara yang ringan mungkin dapat “mengejar” dengan sendirinya (istilahnya late bloomer). Namun, menunggu tanpa tindakan adalah risiko besar. Jika speech delay disebabkan oleh masalah medis atau neurologis, penundaan justru akan membuat penanganannya lebih sulit. Lebih baik berkonsultasi untuk memastikan.
5. Berapa lama terapi wicara biasanya dibutuhkan?
Lama terapi berbeda untuk setiap anak, tergantung pada tingkat keparahan, penyebab, konsistensi terapi, dan dukungan dari keluarga. Ada yang membutuhkan beberapa bulan, ada pula yang bertahun-tahun. Yang penting adalah komitmen dan konsistensi.
6. Apa yang harus saya lakukan jika merasa anak saya menunjukkan tanda speech delay?
Langkah pertama adalah tidak panik. Kemudian, buatlah janji konsultasi dengan dokter anak. Ceritakan kekhawatiran secara detail dan sampaikan tanda-tanda yang di amati. Dokter akan melakukan skrining awal dan merujuk ke spesialis lain, seperti audiolog atau terapis wicara.
Referensi
- American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596
- Madigan, S., Browne, D., Racine, N., Mori, C., & Tough, S. (2019). Association between screen time and children’s performance on a developmental screening test. JAMA Pediatrics, 173(3), 244–250. https://doi.org/10.1001/jamapediatrics.2018.5056
- Bishop, D. V. M., Snowling, M. J., Thompson, P. A., Greenhalgh, T., & the CATALISE-2 consortium. (2017). Phase 2 of CATALISE: A multinational and multidisciplinary Delphi consensus study of problems with language development: Terminology. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 58(10), 1068–1080. https://doi.org/10.1111/jcpp.12721
- Byeon, H., & Hong, S. (2015). Relationship between television viewing and language delay in toddlers: Evidence from a Korea national cross-sectional survey. PLOS ONE, 10(3), e0120663. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0120663
- Chonchaiya, W., & Pruksananonda, C. (2008). Television viewing associates with delayed language development. Acta Paediatrica, 97(7), 977–982. https://doi.org/10.1111/j.1651-2227.2008.00831.x
- Duch, H., Fisher, E. M., Ensari, I., Font, M., Harrington, A., Taromino, C., Yip, J., & Rodriguez, C. (2013). Association of screen time use and language development in Hispanic toddlers: A cross-sectional and longitudinal study. Clinical Pediatrics, 52(9), 857–865. https://doi.org/10.1177/0009922813492881
- McKean, C., Mensah, F. K., Eadie, P., Bavin, E. L., Bretherton, L., Cini, E., & Reilly, S. (2015). Levers for language growth: Characteristics and predictors of language trajectories between 4 and 7 years. PLOS ONE, 10(8), e0134251. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0134251
- Harrison, L. J., & McLeod, S. (2010). Risk and protective factors associated with speech and language impairment in a nationally representative sample of 4- to 5-year-old children. Journal of Speech, Language, and Hearing Research, 53(2), 508–529. https://doi.org/10.1044/1092-4388(2009/08-0086)
- Hawa, V. V., & Spanoudis, G. (2014). Toddlers with delayed expressive language: An overview of the characteristics, risk factors and language outcomes. Research in Developmental Disabilities, 35(2), 400–407. https://doi.org/10.1016/j.ridd.2013.10.027