Cempedak Si Raja Aroma dari Hutan Nusantara

Cempedak

Cempedak adalah tanaman buah dalam famili Moraceae, dengan nama ilmiah Artocarpus integer. Ia berkerabat dekat dengan nangka, sukun, dan mulberry. Secara fisik, buahnya memanjang atau bulat dengan kulit bertekstur lunak mirip duri, lebih kecil dari nangka, biasanya hanya sebesar betis orang dewasa.

Apa pembeda utamanya? Aromanya. Jika nangka memiliki aroma harum yang kuat, buah cempedak memiliki aroma yang jauh lebih intens, menusuk, dan kompleks. Bagi pencintanya, aroma ini adalah magnet yang tidak tertahankan. Daging buahnya pun lebih lembut, basah, dan bijinya mudah dilepaskan dari ‘hati’ atau poros buah, tidak seperti nangka yang lengket.

Di Indonesia, pusat kelezatan buah cempedak ada di Kalimantan, dimana ia disebut tiwadak, dan Sumatra. Buah ini sangat musiman, sehingga kehadirannya selalu dinantikan.

Asal Usul dan Ciri-Ciri Pohon Cempedak

Pohon cempedak (Artocarpus integer) adalah pohon yang menjulang tinggi di hutan-hutan tropis, bisa mencapai ketinggian 20 meter. Ia termasuk pohon hijau abadi, yang berarti daunnya tetap hijau sepanjang tahun. Kalau Anda melihat sebuah pohon besar dengan buah-buahan bergelantungan langsung di batang utamanya yang kasar, besar kemungkinan itu adalah pohon cempedak. Fenomena ini disebut cauliflory, hal yang sama juga terlihat pada pohon nangka dan cokelat.

Daunnya berbentuk bulat telur hingga lonjong, bertekstur agak kaku seperti kulit. Yang menarik, bunga jantan dan betinanya tumbuh terpisah tetapi dalam satu pohon (monoecious). Bunga jantan berbentuk seperti gada kecil, sementara bunga betina akan berkembang menjadi buah yang kita kenal.

Penyebaran alami pohon cempedak meliputi hampir seluruh Nusantara bagian barat dan tengah. Dari mulai Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa bagian barat, Kalimantan, hingga Sulawesi. Di habitat aslinya, ia tumbuh subur di hutan dataran rendah dengan curah hujan yang cukup.

Buah Cempedak vs Nangka

Banyak yang bingung membedakan antara nangka cempedak. Memang, dari jauh keduanya seperti saudara kembar. Namun, begitu didekati, perbedaannya sangat jelas. Berikut penjelasan untuk membedakan buah cempedak dan nangka:

  • Buah cempedak umumnya lebih kecil dan ramping dibandingkan nangka. Panjangnya bisa mencapai 30-40 cm dengan bentuk yang cenderung silindris. Sementara nangka jauh lebih besar, bulat, dan berat.
  • Kulit buah cempedak memiliki tonjolan-tonjolan yang lebih padat, lunak, dan sering kali lebih halus jika diraba. Tonjolan pada kulit nangka biasanya lebih besar, jarang, dan keras.
  • Aroma buah cempedak sangat kuat, menusuk, dan harum. Aromanya sering digambarkan sebagai perpaduan nangka dan durian. Nangka memiliki aroma yang manis tetapi tidak seintens cempedak.
  • Daging buah cempedak lebih lembut, lembek, dan berair. Warnanya seringkali lebih jingga tua dibandingkan nangka. Teksturnya yang lembut ini membuatnya mudah hancur. Daging nangka lebih kenyal, padat, dan berserat.
  • Saat matang, seluruh daging beserta “dami”-nya (bunga-bunga yang tidak berkembang) pada buah cempedak dapat dengan mudah dilepaskan dari poros atau “hati” buahnya. Pada nangka, melepas daging buahnya membutuhkan usaha lebih karena menempel kuat pada porosnya.
  • Rasa buah cempedak sangat manis, legit, dan pekat. Rasanya seperti konsentrat dari manisnya nangka dengan sedikit sentuhan kompleksitas rasa yang mirip durian.

Jadi, singkatnya, meski secara botanis berkerabat dekat, pengalaman menyantap nangka cempedak adalah dua hal yang berbeda. Cempedak menawarkan sensasi yang lebih liar dan aromatik.

Ragam Pemanfaatan Buah Cempedak

Keistimewaan buah cempedak tidak berhenti pada daging buahnya yang manis. Hampir semua bagiannya bisa dimanfaatkan, menunjukkan betapa dekatnya buah ini dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya di Kalimantan dan Sumatra.

1. Daging Buah Matang

Cara paling umum menikmati buah cempedak adalah dengan memakannya langsung saat matang. Daging buahnya yang manis dan harum adalah hidangan penutup alami yang sempurna. Namun, kreativitas kuliner Nusantara tidak berhenti di situ. Daging buah cempedak sering kali dicelupkan ke dalam adonan tepung dan digoreng, menjadi cempedak goreng yang renyah di luar dan lembut di dalam. Rasanya sungguh nikmat dengan secangkir teh atau kopi hangat.

2. Biji

Biji buah cempedak juga dapat dimakan. Bijinya berukuran lebih kecil dari biji nangka. Cara mengonsumsinya pun mirip: direbus atau dibakar. Rasanya gurih dan teksturnya empuk, mirip dengan ubi atau kentang. Biji cempedak rebus adalah camilan sederhana yang mengenyangkan.

3. Buah Muda

Sebelum matang dan manis, buah cempedak muda dapat dimasak sebagai sayur. Sama seperti nangka muda yang dijadikan gulai, cempedak muda juga memberikan tekstur yang unik dan menyerap bumbu dengan baik dalam masakan berkuah.

4. Mandai

Inilah bagian yang paling unik dan mungkin hanya ditemui pada olahan buah cempedak. Mandai (atau disebut dami di beberapa daerah) adalah kulit bagian dalam buah cempedak yang berwarna putih. Kulit ini dikupas, lalu direndam dalam air garam selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Proses fermentasi inilah yang mengawetkannya dan memberikan rasa asam yang khas.

Setelah direndam, mandai dicuci dan digoreng hingga kecokelatan. Hasilnya adalah lauk dengan tekstur yang unik, sedikit kenyal seperti daging, gurih, dan asam. Mandai goreng adalah lauk populer di Kalimantan Selatan dan Tengah, sering dihidangkan dengan sambal terasi. Ini adalah contoh brilliant dari filosofi “zero waste” dalam kuliner tradisional Indonesia.

Manfaat Kesehatan Buah Cempedak

Di balik kelezatannya, buah cempedak ternyata menyimpan segudang manfaat buah cempedak untuk kesehatan. Ia kaya akan serat, vitamin, dan mineral penting.

  • Kandungan karbohidrat kompleksnya memberikan energi yang tahan lama. Seratnya yang tinggi sangat baik untuk kesehatan pencernaan, mencegah sembelit, dan membantu mengatur kadar gula darah.
  • Kaya akan Vitamin C, yang berperan sebagai antioksidan untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh dan melawan radikal bebas.
  • Kandungan Vitamin A-nya penting untuk menjaga fungsi penglihatan. Vitamin C juga mendukung produksi kolagen yang menjaga elastisitas dan keremajaan kulit.
  • Buah cempedak mengandung senyawa seperti flavonoid dan karotenoid yang membantu melindungi sel tubuh dari kerusakan dan peradangan, mengurangi risiko penyakit kronis.
  • Adanya folat (Vitamin B9) berperan penting dalam pembentukan sel darah merah dan sangat krusial bagi ibu hamil untuk mencegah cacat tabung saraf pada janin.

Buah cempedak adalah bagian dari warisan biodiversitas dan kuliner Nusantara. Aromanya yang menggoda, rasanya yang manis legit, dan keunikan olahannya seperti mandai, menjadikannya sebuah kekayaan yang patut kita jaga. Dengan memilih untuk membeli dan mengenalkan buah cempedak kepada keluarga, kita tidak hanya mendapatkan kenikmatan rasa, tetapi juga turut serta melestarikan sebuah potensi lokal agar tidak punah tertiup zaman. Jadi, lain kali kamu berkesempatan, jangan ragu untuk mencicipi si raja aroma ini ya.

Baca juga:

FAQ Seputar Buah Cempedak

1. Bagaimana cara memilih cempedak yang matang dan manis?

Pilih buah yang sudah mengeluarkan aroma harum yang kuat. Tekan sedikit kulitnya; jika terasa agak lunak dan sudah berwarna kecokelatan atau kekuningan, itu tanda buah sudah matang. Hindari buah yang kulitnya masih hijau dan keras.

2. Bisakah cempedak dan nangka disilangkan?

Ya, secara alami, pohon cempedak dan nangka dapat melakukan persilangan karena keduanya masih dalam genus yang sama (Artocarpus). Hasil persilangannya kadang memiliki karakteristik di antara kedua induknya.

3. Bisakah cempedak ditanam di pekarangan rumah?

Bisa, asalkan lahan pekarangan cukup luas karena pohon cempedak dapat tumbuh besar dan tinggi. Ia membutuhkan sinar matahari penuh dan tanah yang gembur serta subur.

Referensi

  1. Kaushik, P., Andujar, I., Vilanova, S., Plazas, M., Gramazio, P., Herraiz, F. J., … & Prohens, J. (2015). Breeding vegetables with increased content in bioactive phenolic acids. Molecules, 20(10), 18464-18481. https://doi.org/10.3390/molecules201018464
  2. Arung, E. T., Kusuma, I. W., Christy, E. O., Kondo, R., & Shimizu, K. (2009). Evaluation of medicinal plants from Central Kalimantan for antimelanogenesis. Journal of Natural Medicines, *63*(4), 473–480. https://doi.org/10.1007/s11418-009-0351-7
  3. agtap, U. B., & Bapat, V. A. (2010). Artocarpus: A review of its traditional uses, phytochemistry and pharmacology. Journal of Ethnopharmacology, *129*(2), 142–166. https://doi.org/10.1016/j.jep.2010.03.031
  4. Wei, B. L., Weng, J. R., Chiu, P. H., Hung, C. F., Wang, J. P., & Lin, C. N. (2005). Antiinflammatory flavonoids from Artocarpus heterophyllus and Artocarpus communisJournal of Agricultural and Food Chemistry, *53*(10), 3867–3871. https://doi.org/10.1021/jf047873n
  5. Zuhud, E. A. M., Hikmat, A., & Priyono, B. (1998). Buah-buahan hutan tropis Indonesia: Potensi dan pemanfaatan konservasinya (Cet. 1). Bogor: Yayasan PROSEA. ISBN: 979-511-672-2
  6. Susanto, T., & Prasetyo, L. B. (2020). Keanekaragaman buah lokal Indonesia: Potensi dan strategi konservasi (Edisi 1). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN: 978-602-440-771-1
Scroll to Top