Candi Astano
Sumatera

Candi Astano: Lokasi, Daya Tarik, dan Penemuan

Indonesia, negeri yang kaya akan budaya dan sejarah. Di seluruh penjuru negeri ini, kita bisa menemukan bukti-bukti megah dari peradaban masa lalu yang masih terpelihara hingga saat ini. Salah satu contoh yang menarik adalah Candi Astano, sebuah situs bersejarah yang terletak di Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi.

Sejarah Candi Astano mengandung makna mendalam dalam asal-usul namanya. Candi ini dinamakan “Astano” karena dalam wilayahnya terdapat beberapa makam. Menurut legenda setempat, makam-makam ini diyakini sebagai makam raja-raja. Oleh karena itu, kata “Astano” memberikan makna “makam raja”. Ini mencerminkan pentingnya tempat ini dalam sejarah dan budaya lokal.

Sejarahnya yang begitu kaya, Candi Astano pertama kali diidentifikasi oleh seorang peneliti bernama Schnitger pada tahun 1936. Namun, upayanya untuk menggali makam di sekitar candi tidak berhasil karena kurangnya izin dari masyarakat setempat. Begitu banyak misteri yang terkait dengan candi ini, dan sejarahnya memiliki begitu banyak lapisan yang perlu diungkap.

Candi Astano

Berikut informasi terkait Candi Astano.

Lokasi Candi Astano

Candi Astano
Sumber Gambar: Anandajoti Bhikku

Candi Astano terletak sekitar 1.250 meter ke arah timur laut dari Candi Tinggi, yang juga terkenal di kawasan ini. Lokasinya berada sekitar 350 meter ke arah utara dari tepi Sungai Batanghari. Lokasi yang strategis ini membuat candi ini menjadi situs bersejarah yang mudah diakses oleh para pengunjung.

Baca juga: Candi Kembar Batu: Lokasi, Rute, dan Sejarah

Google Maps Lokasi Candi

Daya Tarik Arsitektur Candi Astano

Candi Astano
Sumber Gambar: Anandajoti Bhikku

Candi Astano memiliki denah yang unik. Bangunan utama candi ini berbentuk persegi dua belas, dan pembangunannya diperkirakan dilakukan dalam tiga tahap. Bangunan pertama, yang merupakan yang tertua dan tertinggi, terletak di tengah. Sementara itu, bangunan kedua dan ketiga mengapit di sebelah timur dan baratnya. Candi ini dibangun di atas sebidang tanah berukuran 48 x 50 meter, dan permukaan tanah tempat candi berdiri letaknya 1,70 meter lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya. Sebuah parit keliling dengan lebar sekitar lima meter dan kedalaman sekitar tiga meter mengelilingi lahan candi ini.

Ukuran bangunan candi di bagian tengah adalah 6 x 13 meter, memanjang dari utara ke selatan, dengan tinggi sekitar 3,5 meter. Di atas bangunan bagian tengah ini terdapat bagian tubuh yang tersisa. Tepat di bagian atas tubuh ini terdapat lubang yang diketahui pada saat pemugaran dilakukan. Di sisi belakang bangunan terdapat bekas (profil) dinding lama bangunan sebelum ditambah. Namun, arah hadap bangunan ini belum diketahui, karena tidak ditemukan sisa tangga atau bangunan penampil yang biasanya digunakan sebagai indikator.

Candi Astano dibangun dalam tiga tahap yang berbeda. Bangunan pertama, yang berada di tengah, adalah yang tertua dan tertinggi, kemungkinan merupakan inti dari kompleks candi ini dan mungkin digunakan untuk upacara-upacara agama yang sangat penting. Bangunan kedua dan ketiga mengapitnya di sebelah timur dan barat, membentuk struktur yang mencerminkan keagungan arsitektur Hindu. Candi ini adalah contoh nyata dari dedikasi dan keterampilan perancang dan pembangunnya.

Baca juga: Candi Gedong I dan Gedong II Muaro Jambi

Penemuan Artefak Bersejarah

Candi Astano
Sumber Gambar: Anandajoti Bhikku

Selama pembersihan lingkungan candi, telah ditemukan beberapa artefak bersejarah yang sangat berharga. Artefak-artefak ini memberikan wawasan mendalam tentang peradaban yang pernah ada di kawasan ini. Beberapa artefak yang ditemukan meliputi:

1. Padmasana Batu

Dua buah padmasana batu ditemukan di sekitar Candi Astano. Padmasana adalah singgasana batu yang digunakan untuk persembahan kepada dewa. Penemuan ini menggambarkan pentingnya tempat ini dalam konteks keagamaan.

2. Arca Batu

Tidak kurang dari 14 potongan arca batu ditemukan di situs ini. Arca-arca ini adalah seni patung yang menggambarkan kepercayaan dan kehidupan masyarakat pada masa lalu. Mereka adalah jendela ke dalam dunia spiritual dan seni pada zamannya.

3. Pipisan Batu dan Lesung Batu

Pipisan batu dan lesung batu adalah contoh dari alat-alat dapur dan pertanian yang digunakan oleh masyarakat pada masa lalu. Temuan ini mengungkapkan aspek-aspek kehidupan sehari-hari masyarakat yang mendiami kawasan ini.

4. Manik-Manik dan Keramik

Pada saat pembersihan, ditemukan manik-manik dan keramik baik yang berasal dari luar daerah maupun lokal. Pecahan tembikar dan keramik ini memberikan gambaran tentang perdagangan dan hubungan budaya yang terjalin di masa lalu.

Pecahan keramik tersebut, sebagian besar berasal dari masa Dinasti Song dan Yuan (abad ke-11–14 Masehi), mengungkapkan hubungan perdagangan dan pengaruh budaya yang berlangsung pada masa itu.

5. Artefak Lainnya

Selain itu, penemuan mencakup berbagai artefak lain seperti mata uang emas dengan tulisan, pecahan tembikar, dan fragmen besi. Semua artefak ini adalah bukti-bukti sejarah yang berharga yang membantu kita memahami peradaban yang berkembang di kawasan ini.

Baca juga: Candi Gumpung: Lokasi, Sejarah dan Temuan Arkeologi

Candi Perwara

Di halaman Candi Astano, Anda juga dapat menemukan dua candi perwara. Candi perwara adalah candi kecil yang biasanya mendampingi candi utama dan digunakan untuk upacara keagamaan. Mereka adalah contoh penting dari arsitektur candi Hindu dan Buddhisme yang khas.

Candi Astano bukan hanya permata bersejarah bagi Indonesia, tetapi juga harta berharga bagi dunia. Keindahan dan makna budayanya membuatnya menjadi tempat yang layak untuk dijelajahi, dipelajari, dan dijaga. Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Candi Astano akan terus menginspirasi dan mempesona semua yang mengunjunginya.

Referensi

  1. Damanik, H. (2023). CANDI ASTANO: TINJAUAN ARSITEKTUR DAN ARKEOLOGI (Doctoral dissertation, Universitas Jambi).
  2. Pamungkas, S., & Agustiningsih, N. (2018). Candi Muaro Jambi: Kajian Cerita Rakyat, Arkeologi, Dan Pariwisata. Istoria: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah Universitas Batanghari2(2), 49-62.
  3. Karmela, S. H., & Agustiningsih, N. (2017). Candi Muara Jambi Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Jambi Dalam Periodisasi Hindu–Budha. Istoria: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah Universitas Batanghari1(1), 1-16.
  4. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/candi-astano/
  5. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/candi-astano/